Senin, 12 Maret 2012

Kerajaan Cinta - Cinta Ahisla (Part 6)

0 komentar
Kerajaan Cinta - Cinta Ahisla (Part 6)
by: Andri Erpe 
Perjalanan Ahidi sampai di suatu tempat yang hampir tak terdefinisikan… ia berhenti sejenak, merebahkan tubuhnya dan merenung…


Sebuah tempat yang teduh, penuh bunga, dahan, ranting dan dedauan… wangi semerbak mengitari luasnya hamparan rumput-rumput kecil yang turut bergoyang diterpa riuhnya angin… gemericik air menghiasi aliran sungai tiada henti menambah suasana gairah kesejukan alam pegunungan… Kupu-kupu terlihat mengepak sayap, menampilkan keelokan warna-warni tubuhnya yang mungil… Matahari pun meyingsing terbit menggantikan remang-remang kegelapan di pagi hari…


Di awan..., tampak burung-burung pun terbang bebas mengitari angkasa raya, tak ada yang mampu menahannya kecuali Ar-Rahmaan, Sang Pemilik Kasih dan Sayang yang megajarkan manusia untuk terbang mengarungi dirgantara kehidupan di alam kosmos. Bentangan luasnya makrokosmos dan kedalaman mikrokosmos yang tercatat sepanjang umur sejarah, akan membuat bumi kekeringan samudera ketika airnya dijadikan tinta bagi pena-pena yang dipahat dari seluruh persediaan pohon-pohon yang ada. Bahkan, ketika ditambahkan sejumlah itu pula, masihlah tak cukup banyak untuk dapat mengukir catatan tentang keindahan dan hikmah penciptaan alam semesta ini, tak sampai kuasa menuliskan hakikat kehidupan kecuali untaian harmoni dari firman-firman-Nya sebagai penjelasan suci atas arti hidup dan kehidupan ini.


Bagi orang-orang yang pernah berkunjung ke tempat ini, rasanya sulit untuk mau kembali ke kota yang penuh problematika kehidupan. Di tempat ini, semuanya serba gratis.. udara, air minum, sayur-mayur, buah-buahan dan apa saja yang tumbuh di atas tanah tidak perlu ditukar dengan uang … lain halnya dengan kehidupan di kota, semuanya serba komersil.. Apalagi di era globalisasi saat ini, hampir ga ada yang gratisan; udara, air, tanah dan segala isinya adalah komoditi yang dibutuhkan pasar.. Pantas saja di negeri tempat Ahidi tinggal, orang-orang berebut menjadi penguasa.. Karena status quo secara otomatis mengklaim bahwa mereka adalah sosok penguasa bumi yang berhak mengeksploitasi dan menggunakannya untuk kepentingan sendiri meskipun dengan dalih kemakmuran yang adil dan merata… Sekali jadi penguasa, hartapun takkan habis sampai 17 turunan…


Sebetulnya menurut hitungan seorang ahli yang pernah meraih gelar juara olimpiade matematika sedunia… Seandainya dihitung perbandingan antara sumber daya alam yang ada di negeri itu dengan jumlah penduduk yang ada, sangatlah lebih dari cukup untuk memakmurkan dan mensejahterakan semua orang yang hidup di atas tanahnya tanpa perlu adanya program pembunuhan janin atau penundaan jatah hidup calon manusia… tapi dalam kenyataannya, Ahidi masih banyak melihat orang-orang kelaparan yang makan cukup tiga hari sekali berkeliaran di sekitar rumah sakit yang dipenuhi oleh orang-orang sekarat gara-gara kelebihan makanan enak, penyakit orang elit akibat tiga kali sehari makan ga pake aturan.


Banyak pula orang-orang yang berteduh permanen di bawah jembatan-jembatan layang yang menurut mahasiswa teknik sipil,” Jembatan ini cepat lambat bisa roboh gara-gara anggaran pembangunan hanya 20% saja yang jadi konstruksi fisiknya, selebihnya 80% anggaran masuk ke kantong pribadi untuk alokasi pembangunan rumah sendiri, wow.. cukup spektakuler!!!” Akhirnya… di sekitar jembatan reyod itu, berdirilah rumah-rumah super mewah yang harganya selangit dan ga mungkin bisa dibeli dari gaji seorang pegawai negeri meskipun ia menabung 30 tahun lamanya. Suatu saat… seorang gelandangan yang sedang tertidur dan bermimpi tinggal di sebuah istana, mati gara-gara ditimpa jembatan ambruk. Maka, pejabat setempat pun datang turut berduka cita sekaligus malu akan kegagalan pembangunan.


Seminggu kemudian dibentuklah Pasukan Pemburu Koruptor yang kerjanya melacak koruptor-koruptor kecil yang baru magang tapi menjadi saingan perebutan lahan proyek basah mereka.. Keberhasilan Pasukan ini membuahkan acungan jempol dari Sang pejabat, karena medan persaingan para koruptor semakin kecil, sehingga peluang korupsi bagi mereka bisa lebih banyak lagi… hahaha DASAR!


Di tengah kota, Ahidi pun masih banyak menemukan orang-orang yang hilir mudik dengan menggunakan kendaraan mewah yang harganya hampir sebanding dengan biaya kampanye untuk jadi anggota dewan, di sisi lain harga kebutuhan pokok semakin meningkat gara-gara harga minuman mobil-mobil itu melambung tinggi… rakyat kecil hanya bisa berteriak,”TURUNKAN HARGA!”.. Serta merta para caleg pun mencanangkan program rekayasa politik dengan cara meraih wong cilik, mendadak dangdut.. eh mendadak baik, seolah-olah tulus membuai mereka dengan harapan akan keadilan dan kesejahteraan hanya dengan satu syarat yang mudah saja, “TUSUKLAH AKU..” Sebagian masyarakat yang terbuai dengan hasutan politik itu berharap cemas dan berdo’a,”Semoga tanpa perlu mengeluarkan keringat dan darah, cuman dengan satu tusukan ini, akan terjadi perubahan...” Sebagian rakyat yang melek akan tipu daya politik akhirnya dengan geram hanya mampu menusuk-nusuk gambar sang caleg dengan penuh emosi dan merintih sedih seraya berkata,” Ya Allah, keluarkanlah aku dari negeri yang dhalim penduduknya… “


Mendengar kata-kata itu Ahidi tersentak, darahnya seolah berhenti mengalir… Batinnya berkata,”Mereka takkan pernah keluar dari kedhaliman kecuali lahir di antara mereka aktor-aktor pendobrak perubahan… Akulah yang akan membebaskan mereka..!!!”


Baru saja Ahidi beristirahat, lalu ia pun terbangun dari renungan atas kejadian-kejadian di kotanya karena terdengar suara dentuman yang sangat keras…”DUAAARRRRR”… Ahidi pun terperanjat dan segera bersembunyi di balik pepohonan.. “Ya Allah apa yang terjadi di tempat ini… “ Lalu Ahidi berlari mencari tempat yang lebih aman. Akhirnya ia menemukan sebuah mulut Gua yang di depannya tertancap sebuah papan yang bertuliskan dengan jelas. Sambil terengah-engah, Ahidi membaca apa yang tertera di papan itu,


” TEMPAT SIMULASI TEMPUR…
Tertanda : Kerajaan Cinta…..”
to be continued...
 

Selasa, 01 Maret 2011

Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Acheh dari ‘The Alien People’

2 komentar
by: Ibrahim Ahmad -  R.E.V.O.L.U.S.I  L.A.S.K.A.R  K.E.L.A.N.A




"To the people of the world: 
We, the people of Acheh, Sumatra,exercising our right of self-determination, and protecting our historic right of eminent domain to our fatherland, do hereby declare ourselves free and independent from all political control of the foreign regime of Jakarta and the alien people of the island of Java...
In the name of sovereign people of Acheh, Sumatra. Tengku Hasan Muhammad di Tiro. 
Chairman, National Liberation Front of Acheh Sumatra and Head of State Acheh, Sumatra, 
December 4, 1976". 
 
Apabila sebagian manusia di dunia telah terinflitrasi pahamnya sehingga dengan mudah meyakini bahwa makhluk bumi telah terancam oleh invasi 'ALIEN' yang akan menguasai dan menjajah mereka (seperti alien dalam gambaran profile di atas), maka barangkali masing-masing bangsa memiliki gambaran 'alien' nya sendiri.

Amerika, dengan film 'The Independence Day' setidaknya ingin mepengaruhi seluruh masyarakat dunia bahwa keamanan bumi sedang terancam. Faktanya, ancaman yang dikumandangkan itu adalah dengan isu perang melawan 'teroris' (tentu dalam hal ini 'alien' tersebut mengarah kepada Islam sebagai objek yang harus diperangi). Secara tidak langsung, AS ingin mengatakan bahwa Ummat Islam yang memegang teguh prinsip aqidah tauhidnya (atau sering mereka sebut dengan istilah 'fundamentalis') adalah 'ALIEN' yang mengancam kemerdekaan masyarakat bumi.

Lain halnya dengan bansa Aceh.. Dalam proklamasi kemerdekaannya, bukan hanya penjajah asing seperti Portugis, Belanda, Jepang dll saja yang menjajah mereka. Akan tetapi, bangsa Jawa pun adalah 'The Alien People' atau bangsa asing yang merenggut kemerdekaan mereka.

Sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh untuk mempertahankan kedaulatan kerajaannya dari rongrongan Imperialisme, dan fakta-fakta lain yang diungkap dalam proklamasi mereka sekiranya bisa kita lihat sebagai reaksi keras atas ketidakadilan dan TANDA TANYA BESAR atas keabsahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 


Uraian proklamasi lengkapnya adalah sbb:

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

KEPADA BANGSA-BANGSA DI DUNIA,

Kami bangsa Acheh Sumatra, telah melaksanakan hak hak kami untuk menentukan nasib sendiri, dan melaksanakan tugas kami untuk melindungi hak suci kami atas tanah pusaka peninggalan nenek moyang, dengan ini menyatakan diri kami dan negeri kami bebas dan merdeka dari penguasaan dan penjajahan regime asing Jawa di Jakarta.

Tanah air kami Acheh, Sumatera, telah menjadi satu negara yang bebas, merdeka dan berdaulat selama dunia terkembang, Belanda adalah penjajah asing yang pertama datang mencoba menjajah kami ketika ia menyatakan perang kepada negara Acheh yang merdeka dan berdaulat, pada 26 Mart 1873, dan melakukan serangan atas kami pada hari itu juga, dengan dibantu oleh serdadu-serdadu sewaan Jawa, apa kesudahannya serangan Belanda ini sudah tertulis pada halaman muka surat-surat kabar di seluruh dunia, surat kabar London “Times” menulis pada 22 April, 1873:

“Suatu kejadian yang sangat menarik hati sudah diberitakan terjadi di kepulauan Hindia Timur, satu kekuatan besar dari tentara bangsa Eropah sudah dikalahkan dan dipukul mundur oleh tentara anak negeri… tentara negara Acheh, bangsa Acheh sudah mendapat kemenangan yang menentukan. Musuh mereka bukan saja sudah kalah, tetapi dipaksa melarikan diri”.

Surat kabar Amerika, “The New York Times” pada 6 Mei 1873, menulis: “Peperangan yang berkubang darah sudah terjadi di Acheh, kerajaan yang memerintah Sumatra Utara, tentara Belanda sudah menyerang negara itu dan kini kita sudah mengetahui kesudahannya, serangan Belanda telah dibalas dengan penyembelihan besar-besaran atas Belanda, jenderal Belanda sudah dibunuh, dan tentaranya melarikan diri dengan kacau balau. Menurut kelihatan, sungguh-sungguh tentara Belanda sudah dihancur leburkan.

Kejadian ini telah menarik perhatian seluruh dunia kepada kerajaan Acheh yang merdeka dan berdaulat lagi kuat itu. Presiden Amerika Serikat, Ulysses S. Grant sengaja mengeluarkan satu pernyataan yang luar biasa menyatakan negaranya mengambil sikap neutral yang adil, yang tidak memihak kepada Belanda atau Acheh, dan ia meminta agar negara-negara lain bersikap sama sebab ia takut perang ini bisa meluas.

Para hari 25 Desember (hari natal), 1873, Belanda menyerang Acheh lagi, untuk kali yang kedua, dengan tentara yang lebih banyak lagi, yang terdiri dari Belanda dan Jawa, dan dengan ini mulailah apa yang dinamakan oleh majalah Amerika “Harper’s magazine” sebagai “perang seratus tahun abad ini”. Satu perang penjajahan yang paling berlumur darah, dan paling lama dalam sejarah manusia, dimana setengah dari bangsa kami sudah memberikan korban jiwa untuk mempertahankan kemerdekaan kami. Perang kemerdekaan ini sudah diteruskan sampai pecah perang dunia ke-II, delapan orang nenek dari yang menandatangani pernyataan ini sudah gugur sebagai syuhada dalam mempertahankan kemerdekaan kami ini. Semuanya sebagai Wali Negara dan Panglima Tertinggi yang silih berganti dari negara islam Acheh Sumatra.

Tetapi sesudah Perang Dunia ke-II, ketika Hindia Belanda katanya sudah dihapuskan, tanah air kami Acheh Sumatra, tidaklah dikembalikan kepada kami, sebenarnya Hindia Belanda belum pernah dihapuskan. Sebab sesuatu kerajaan tidaklah dihapuskan kalau kesatuan wilayahnya masih tetap dipelihara -sebagai halnya dengan Hindia Belanda, hanya namanya saja yang ditukar dari “Hindia Belanda” menjadi “Indonesia” Jawa, sekarang bangsa Belanda telah digantikan oleh bangsa Jawa sebagai penjajah, bangsa Jawa itu adalah satu bangsa asing dan bangsa seberang lautan kepada kami bangsa Acheh-Sumatera. Kami tidak mempunyai hubungan sejarah, politik, budaya, ekonomi dan geografi (bumi) dengan mereka itu. Kalau hasil dari penaklukan dan penjajahan Belanda tetap dipelihara bulat, kemudian dihadiahkan kepada bangsa Jawa, sebagaimana yang terjadi, maka tidak boleh tidak akan berdiri satu kerajaan penjajahan Jawa diatas tempat penjajahan Belanda. tetapi penjajahan itu, baik dilakukan oleh orang Belanda, Eropah yang berkulit putihm atau oleh orang Jawa, Asia yang berkulit sawo matang, tidaklah dapat diterima oleh bangsa Acheh, Sumatera.

“Penyerahan kedaulatan” yang tidak sah, illegal, yang telah dilakukan oleh penjajah lama, Belanda, kepada penjajah baru, Jawa, adalah satu penipuan dan kejahatan politik yang paling menyolok mata yang pernah dilakukan dalam abad ini: sipenjajah Belanda kabarnya konon sudah menyerahkan kedaulatan atas tanah air kita Acheh, Sumatera, kepada satu “bangsa baru” yang bernama “Indonesia”. Tetapi “Indonesia” adalah kebohongan, penipuan, dan propaganda, topeng untuk menutup kolonialisme bangsa Jawa. Sejak mulai dunia terkembang, tidak pernah ada orang, apalagi bangsa, yang bernama demikian, di bagian dunia kita ini. Tidak ada bangsa yang bernama demikian di kepulauan Melayu ini menurut istilah ilmu bangsa (ethnology), ilmu bahasa (philology), ilmu asal budaya (cultural antropology), ilmu masyarakat (sociology) atau paham ilmiah yang lain, “Indonesia” hanya merek baru, dalam bahasa yang paling asing, yang tidak ada hubungan apa-apa dengan bahasa kita, sejarah kita, kebudayaan kita, atau kepentingan kita, “Indonesia” hanya merek baru, nama pura-pura baru, yang dianggap boleh oleh Belanda untuk menggantikan nama “Hindia Belanda” dalam usaha mempersatukan administrasi tanah-tanah rampasannya di dunia Melayu yang amat luas ini, sipenjajah Jawapun tahu dapat menggunakan nama ini untuk membenarkan mereka menjajah negeri orang di seberang lautan. Jika penjajahan Belanda adalah salah, maka penjajahan Jawa yang mutlak didasarkan atas penjajahan Jawa itu tidaklah menjadi benar. Dasar yang paling pokok dari hukum internasional mengatakan: “Ex Injuria Jus Non Oritur”- Hak tidak dapat berasal dari yang bukan hak, kebenaran tidak dapat berasal dari kesalahan, perbuatan legal tidak dapat berasal dari illegal.

Meskipun demikian, bangsa Jawa tetap mencoba menyambung penjajahan Belanda atas kita walaupun Belanda sendiri dan penjajah penjajah barat lainnya sudah mundur, sebab seluruh dunia mengecam penjajahan. Dalam masa tiga-puluh tahun belakangan ini kami bangsa Acheh, Sumatera, sudah mempersaksikan betapa negeri dan tanah air kami telah diperas habis-habisan oleh sipenjajah Jawa; mereka sudah mencuri harta kekayaan kami; mereka sudah merusakkan pencaharian kami; mereka sudah mengacau pendidikan anak kami; mereka sudah mengasingkan pemimpin-pemimpin kami; mereka sudah mengikat bangsa kami dengan rantai kezaliman, kekejaman, kemiskinan, dan tidak peduli: masa hidup bangsa kami pukul rata 34 tahun dan makin sehari makin kurang. Bandingkan ini dengan ukuran dunia yang 70 tahun dan makin sehari makin bertambah, sedangkan Acheh, Sumatera, mengeluarkan hasil setiap tahun bagi sipenjajah Indonesia-Jawa lebih 15 milyar dollar Amerika yang semuanya dipergunakan untuk kemakmuran pulau Jawa dan bangsa Jawa.

Kami, bangsa Acheh, Sumatera, tidaklah mempunyai perkara apa-apa dengan bangsa Jawa kalau mereka tetap tinggal di negeri mereka sendiri dan tidak datang menjajah kami, dan berlagak sebagai “Tuan” dalam rumah kami, mulai saat ini, kami mau menjadi tuan di rumah kami sendiri; hanya demikian hidup ini ada artinya, kami mau membuat hukum dan undang-undang kami sendiri; yang sebagai mana kami pandang baik; menjadi penjamin kebebasan dan kemerdekaan kami sendiri; yang mana kami lebih dari sanggup; menjadi sederajat dengan semua bangsa-bangsa di dunia; sebagaimana nenek moyang kami selalu demikian, dengan pendek: Menjadi berdaulat atas persada tanah air kampung kami sendiri.

Perjuangan kemerdekaan kami penuh keadilan, kami tidak menghendaki tanah bangsa lain- bukan sebagai bangsa Jawa datang merampas tanah kami, tanah kami telah dikaruniai Allah dengan kekayaan dan kemakmuran, kami berniat memberi bantuan untuk kesejahteraan manusia sedunia, kami mengharapkan pengakuan dari anggota masyarakat bangsa-bangsa yang baik, kami mengulurkan persahabatan kepada semua bangsa dan negara dari ke-empat penjuru bumi.

ATAS NAMA BANGSA ACHEH, SUMATERA, YANG BERDAULAT.
Tengku Hasan Muhammad Di TiroKetua, Angkatan Acheh, Sumatera Merdeka dan Wali Negara Acheh, Sumatera, 4 Desember 1976

-----

Gerakan Acheh Merdeka (GAM) adalah upaya-upaya untuk mempertahankan kemerdekaan Aceh dari para penjajah. Hanya saja, bangsa Aceh menganggap bahwa Pemerintah Republik Indonesia yang dikuasai bangsa Jawa adalah penjajah berikutnya setelah Belanda dan Jepang.
 
Pada 15 Agustus 2005, GAM dan Pemerintah Republik Indonesia akhirnya menandatangani persetujuan damai sehingga mengakhiri konflik antara kedua pihak yang telah berlangsung selama hampir 30 tahun.


Tapi perjuangan bangsa Aceh mungkin belum berakhir.. Pada 15 Januari 2006 kita bisa melihat Deklarasi kelanjutannya sbb:

Komite Persiapan Acheh Merdeka Demokratik

Sekretariat:
New York, United States.
Tel/Fax. +1 718 337 8843
Stockholm, Scandinavia.
Tel. + 46 739 756532          
           preparatory.committee@gmail.com

Deklarasi

Kepada bangsa kami dan semua bangsa di dunia serta institusi-institusi internasional:

Kami yang tergabung dalam Komite Persiapan Acheh Merdeka Demokratik dengan ini menyatakan bahwa akan tetap meneruskan perjuangan untuk suatu konteks demokrasi yang lebih luas dan merata di tanah leluhur kami, Acheh, dengan penghormatan terhadap hukum-hukum international.

Diakui bahwasanya terdapat aspek positif dari Perjanjian yang telah ditanda tangani oleh Gerakan Acheh Merdeka (GAM) di bawah kepemimpinan Malik Mahmud dan perwakilan Indonesia di Helsinki pada 15 Agustus 2005, dan proses perdamaian yang sedang berlangsung telah menurunkan tingkat kekerasan di Acheh. Akan tetapi pada proses kelahirannya perjanjian tersebut adalah tidak memiliki kriteria demokrasi dan keterbukaan.

Meskipun terdapat banyak permintaan dari pelbagai pihak termasuk dari masyarakat sivil termasuk anggota GAM sendiri untuk menjadi bagian dari proses perundingan dan dibenarkan untuk memberi masukan dalam pembahasan kesepakatan tersebut, namun hanya beberapa saja yang terpilih dan dilibatkan.

Proses perundingan Helsinki dan hasil kesepakatan tersebut adalah tidak memiliki fondasi yang kokoh baik itu secara politik maupun demokrasi, dan tidak mempunyai justifikasi secara moral. Oleh sebab itu perjanjian tersebut tidak akan mampu bertahan dalam tempo yang lama.

Kami para pejuang setia Acheh Merdeka telah berdiri tegak dan bersatu dalam barisan Komite ini untuk: melanjutkan perjuangan kemerdekaan; mengembalikan kedaulatan Negara dan Bangsa; mempersiapkan berdirinya suatu pemerintahan yang bebas dan demokrat di Acheh; memperjuangkan aspirasi bangsa Acheh yang tertindas dan terabaikan. Semua maksud tersebut akan kami jalankan demi kebaikan bangsa kami agar dapat berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia dalam kontribusinya untuk memperjuangkan perdamaian dunia, hak asasi manusia, kemerdekaan, keadilan, dan demokrasi. 

Kami percaya bahwa tidak ada suatu alasanpun yang dapat menghalangi kelanjutan perjuangan ini. Aspirasi Bangsa Acheh telah jelas tertulis dalam Proklamasi Acheh Merdeka 4 Desember 1976, dan terpahat dalam setiap jiwa bangsa Acheh, khususnya mereka yang telah berjuang tak kenal lelah untuk mencapai cita-cita tersebut.

Dengan ini kami memanggil semua bangsa Acheh di mana pun berada agar bangkit bersama dalam suatu barisan untuk merebut kembali kedaulatan serta marwah bangsa dan Negara Acheh. Dalam rangka menyusun kembali perjuangan besar yang kita warisi ini, telah kita dirikan Komite Persiapan Acheh Merdehka Demokratik yang akan mengambil langkah-langkah penting dalam meraih maksud tersebut.

New York, 15 January 2006.

Komite Persiapan Acheh Merdehka Demokratik:

  1. Affan Madjid (Acheh, Peureulak)
  2. Aiman Zulkarnaen (Acheh)
  3. Amir Tereusep  (Acheh Rayek)
  4. Amirul Mu'minin Nya' Tjut Ali (Acheh)
  5. Arifin Amin Syech (Australia)
  6. Asnawi Ali (Sweden)
  7. Eddy L. Suheri (United States)
  8. Fuadi Azmi (South Africa)
  9. Ghazali Abdul Hamid (Malaysia)
  10. Guree Rahman Ismail (Sweden)
  11. Hafizzul Majid (Acheh)
  12. Hanafiah Ahmad (Norway)
  13. Hasan Kumbang (Acheh)
  14. Ibnu Hasan Abdullah (Acheh)
  15. Ichlas Ramadhan (United States)
  16. Inong Zhahir Ramadhani (Acheh)
  17. Ishak Beulama (Acheh, Mereuhom Daya)
  18. Jaffaniel Alamsyah (Acheh)
  19. Khusairi Ismail (Acheh)
  20. Mustafa Krueng (United States)
  21. Syahbuddin Rauf (Sweden)
  22. Syuhada Linge (Acheh, Linge)
  23. Tgk. Lahmuddin Pang Teh (Malaysia)
  24. Yusuf Daud (Sweden)
  25. Zikrinullah Makarim (Malaysia)
* Diterjemahkan dari Deklarasi asal bahasa Inggris.

-----

Hasan Tiro, dalam The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, 
National Liberation Front of Acheh Sumatra,1984, hal :15,17; (dengan terjemahan sbb:)

 
"Kepada bangsa di seluruh dunia:
Kami, bangsa Aceh, Sumatra melaksanakan hak menentukan nasib sendiri,dan 
melindungi hak sejarah istimewa nenek moyang negara kami, dengan ini 
mendeklarasikan bebas dan berdiri sendiri dari semua kontrol politik 
pemerintah asing Jakarta dan dari orang asing Jawa....
Atas nama rakyat Aceh, Sumatra yang berdaulat. Tengku Hasan Muhammad di Tiro. 
Ketua National Liberation Front of Acheh Sumatra dan Presiden Aceh Sumatra, 
4 Desember 1976") 

Senin, 28 Februari 2011

Pesta KeRa - Cinta Ahisla (Part 5)

0 komentar
Pesta KeRa - Cinta Ahisla (Part 5)
by: Andri Erpe


 ...Ahidi sedikitpun tidak bermaksud menyinggung perasaan sang monyet, justru sebaliknya… pada makhluk Allah yang satu ini Ahidi berdecak kagum. Why? Karena sang monyet menjalani hidup sesuai dengan fitrahnya…

Sang monyet sebagai perwakilan dari para binantang bukanlah makhluk hina di hadapan Penciptanya… Allah menciptakan monyet untuk kemudian diungkap dalam firman-Nya menjadi gambaran kehinaan manusia-manusia terkutuk yang telah menyimpang dari jalan-Nya…

Sepanjang petunjuk Sang pencipta, monyet-monyet beneran memang bukan diciptakan untuk mengemban jenis tugas seperti manusia, justru mereka adalah bagian alam yang akan setia melayani manusia dalam menjalankan tugasnya.

Ahidi teringat sebuah pesan ketika sang guru mengajarkan apa artinya makhluq..
- Makhluq adalah segala sesuatu yang diciptakan..
- Ruang… adalah makhluq yang diciptakan
- Waktu… adalah makhluq yang diciptakan
- Materi… adalah makhluq yang diciptakan
- Bahkan seluruh ‘kata keterangan’ sebagai sifat yang menempel pada materi itu pun adalah makhluq yang diciptakan..

Ketika semua komponen itu bersatu, maka orang pintar mengatakan bahwa ia adalah Energi. Sifat energi adalah bergerak, setiap gerak menunjukkan perubahan, setiap perubahan berarti baru, setiap yang baru pastilah ada awalnya, semua yang berawal muncul dari ketiadaan, ia ada karena alasan diciptakan, segala yang tiada tak pernah ada dengan sendirinya, ia tidak memohon untuk diadakan, hingga semua yang ada merupakan kepastian dari kuasa dan kehendak Sang Pencipta. Dia lah Allah SWT yang terus-menerus menciptakan bukan atas kesia-siaan, tapi dengan maksud dan tujuan yang jelas.. agar semua makhluq menjalankan PENGABDIAN kepada-Nya.

Kesadaran akan asal usul ketiadaan itulah yang membuat Ahidi selau bertanya-tanya, ”Mengapa aku hidup? Bukankah aku tak pernah memintanya?” Dalam perjalanannya... pertanyaan itu terus menerus ia ulang hingga tak terasa tiba lah Ahidi di sebuah hutan belantara, lau ia pun berhenti… menarik nafas… dan berteriak…

“YANG AKU TAU... SAAT INI… AKU… AHIDI… DI TEMPAT AKU BERADA, BERDIRI... MENGHADAPI KENYATAAN HIDUP… MEMBAWA SPIRIT UNTUK BERJALAN MENEMUI SANG PEMBERI HIDUP…”

Seketika itu pula, kerajaan kera berguncang gembira, riak dedaunan ikut bergoyang mengimbangi riang tawa dan jingkrak monyet-monyet yang bergelayun di rating-ranting pohon... angin pun berhembus halus seolah melambaikan untaian kata-kata indah dengan janji dan harapan untuk setia menemani, titik-titik embun menetes seolah menahan tangis haru atas kehadiran seorang hamba yang menyadari secuil arti hidup ini…


Di waktu yang sama, di Kerajaan Intelek… monyet-monyet berdasi tengah bersorak gembira pula, menyambut kedatangan sebuah pesta besar, bukan pesta dansa dan bukan pula pesta perkawinan, tapi pesta raksasa, ya.. pesta rakyat kera…
 
Oooo... rupanya pesta rakyat adalah pesta para pemimpin, pesta kejayaan manusia setengah dewa. Pestanya calon-calon tuhan yang berebut tahta di kancah kedaulatan rakyat… Pesta kompetisi pelipur ambisi para politisi untuk menentukan arah kehidupan di luar batas-batas ketetapan Sang Pemilik Hidup, sabotase atas hukum-hukum Sang Pencipta…

Ketika Ahidi diminta pendapat tentang pesta KERA, Ahidi berkata,”KEdaulatan RAkyat bukanlah pestaku… Pestaku adalah ketika aku berputar, bergerak dengan cepat, melingkari Pusat Orbit, berthawaf dan terus mendekat… merapat… dan terus melekat, terikat kuat... tersimpul kukuh dalam ketunduk patuhan kepada Dzat Sang Pemilik Kedaulatan Tertinggi dan Mutlak, ALLAH SWT.. tiada hak kedaulatan bagi yang lain, meskipun sebesar 'quark'...!"
 
to be continued...


Para Tirani - Cinta Ahisla (Part 4)

0 komentar
Para Tirani - Cinta Ahisla (Part 4)
by: Andri Erpe



Kembali pada peristiwa setahun yang lalu...

Ahidi menarik nafas panjang, rupanya perjalanan selama ini cukup berat dan melelahkan. Seluruh waktu hidupnya habis untuk mengejar sebuah ambisi, meraih cita-cita... mengharapkan sebuah perubahan. Ya! perubahan..!!!

Kebosanan Ahidi akan tingkah para Tirani, menumbuhkan karakter kebencian yang membabi buta. Bagaimana Ahidi tak muak, di negeri tempat ia hidup penuh dengan kebohongan para elite, terjadi eksploitasi manusia atas manusia yang lain, ketidakadilan, penindasan, pembodohan masyarakat, penipuan... dan segudang upaya para pembesar untuk tetap besar, asa para penguasa untuk tetap eksis mempertahankan kedaulatan, menghalalkan segala cara...

Kemuakkan Ahidi lebih menjadi-jadi ketika ia menganalisa bahwa jantung perekonomian di negerinya dikendalikan oleh konglomerat penjilat pantat pejabat, para pencetus program rakyat melarat, hingga Dokter hewan berkata,”... di negeri ini memang banyak berkeliaran binatang pengerat alias tikus dengan prosentase kenaikan populasinya yang terus meningkat setiap tahunnya...”

Tokoh politik di negeri itu pun ikut-ikutan gerah seraya berkata,” Saat ini telah terjadi penjajahan para Tirani, rakyat hanyalah menjadi nama yang dikemas halus bagi sebuah kenyataan budak-budak yang telah direnggut hak kemerdekaannya..” Baru saja Ahidi mendengar ucapan itu di televisi kemarin, hari ini ditemukan kabar bahwa sang politikus mengalami kecelakaan parah, mobilnya masuk ke jurang.. dan MELEDAK...Aneh!

Kemudian para ahli medis diterjunkan untuk menganalisa kasus kecelakaan ini.. Munculah sebuah pendapat kontroversial mengenai upaya-upaya konspirasi para penguasa sebagai dalang yang harus bertanggungjawab atas peristiwa ini, maklumlah.. statemen sang politikus menyinggung perasaan sang Raja.. Esoknya, setelah gosip ini ramai di kalangan para dokter, Sang dokter ahli pun dicabut izin prakteknya, ia dituntut telah melanggar kode etik kedokteran.. ADA-ADA SAJA...

Seminggu yang lalu, para mahasiswa penyelenggara even organizer sebuah seminar mengalami kasus serupa, mereka menerima voucher menginap gratis di kantor polisi gara-gara tema yang diangkat dalam seminarnya banyak menyindir ketidakadilan para Tirani. Sepulang dari hotel berpintu besi, mahasiswa-mahasiswa itu di sidang langsung oleh rektornya... Sehari sebelum sidang itu, rupanya sang rektor telah DITEROR orang misterius dengan membawa senjata yang cukup mudah dikenali bahwa mereka adalah aparat. Alhasil, di ujung sidang, para EO pun dipecat dari satus kemahasiswaannya, akhirnya... mereka mengisi kemerdekaan di negeri itu dengan mempertinggi prosentase pengangguran, kemiskinan dan kejahatan.. Hanya itulah yang bisa mereka sumbangkan sebagai wujud dari penghormatannya kepada pahlawan-pahlawan pencetus kemerdekaan dahulu... Jargon mereka,”rakyat adil makmurnya kapan?”

Belum lagi cerita teman-teman sindikat,”... Jaringan narkoba di negeri ini sulit terbongkar, karena dalang-dalangnya adalah orang-orang berseragam yang berlambang bintang...” Isu itu semerbak seiring dengan ramainya penangkapan para pengedar recehan, sekedar kambing hitam kejahatan moral... Ramai pula kisah dari ‘bidadari penjual daging mentah’... yang menurut mereka, kebanyakan pelanggannya adalah wakil-wakil rakyat yang memanfaatkan fasilitas perjalanan dinas di hotel-hotel berbitang.. Seperti biasa, akhirnya sang biang gosip pun kandas di jeruji besi dengan makanan kegelapan dan minuman keterasingan.




Peristiwa seperti itu sudah sering terjadi dan menjadi rahasia umum di negeri tempat Ahidi tinggal... barangkali kenyataan ini memang sengaja diciptakan bukan sebagai rahasia, tapi.. agar orang-orang yang berani melawan Tirani menjadi jera.. bahkan dengan peristiwa itu, sang Raja pun menunjukkan Taringnya.. Cuman monyet-monyet kecil dan pengecut sajalah yang segera bubar hanya karena melihat dua buah Taring Harimau yang belum tentu menggigitnya..

Ahidi sempat berfikir,” Apakah rakyat negeri ini cuman kumpulan monyet pencari pisang yang kerjanya hanya berebut makanan dan berburu perempuan alias si monyet betina kembang desa, eh maaf.. si kembang hutan...???

Ahidi... Ga mau jadi monyet jantan!!!, bukan karena calon istrinya pasti monyet betina... Tapi karena Ahidi menyadari bahwa dirinya adalah manusia yang diciptakan untuk MULIA...

Tapi sayang... kebencian Ahidi yang membabi buta, membuat dirinya kehilangan CINTA...


to be continued...



Mencari Cinta - Cinta Ahisla (Part 3)

0 komentar
Mencari Cinta - Cinta Ahisla (Part 3)
by: Andri Erpe


 ...AHIDI bukan jebolan kampus intelek tapi cukup melek perkembangan dunia; Ahidi bukan anak kemarin sore, tapi sampai sore kemarin dia lewati hidup dengan kedewasaan berfikir, berasa dan bertindak; Ahidi bukan anak kampungan, tapi hampir tiap kampung dia datangi; Ahidi ga gaul-gaul amat tapi gaul dikit ga pake amat..

Kelebihan Ahidi.. bisa berteman dengan siapapun, kapanpun dan di manapun; Ahidi punya aura SIMPATI, dengan pakaian ketaqwaan ukuran XL, sehingga menjadi MENTARI bagi orang sekitarnya; Ahidi ramah dan pandai menghargai orang lain, Ahidi punya prinsip dan pendirian yang tak mudah goyah, ia selalu membawa warna dan spirit kehidupan;

Ahidi bukan manusia pada umumnya, tapi yang paling pasti.. Ahidi ga pernah merasa dirinya menjadi seperti itu, baginya hidup adalah bagaimana ia bekerja untuk meraih CINTA...

CINTA... sebuah kata yang pernah ia lirik tipis setahun yang lalu
CINTA... sebuah kata yang membawa dirinya mengembara
CINTA... sebuah kata yang memberi kesan terdalam di hatinya
CINTA... yang kini sebatas kata para pecinta, sekerdil istilah orang-orang mabuk yang selebor pikirannya, sebatas nyanyian dangdut goyangan hati, atau sekedar dorongan nafsu syahwat menuju langkah sesat tak terarah

Tapi... Mungkinkah Ahidi bertemu dengan CINTA?

Kalaulah dia mengingat peristiwa setahun yang lalu, ketika seorang Tua tiba-tiba melemparkan sebuah kertas lusuh penuh gambar dan tulisan aneh seraya berpesan, ’’Hidup di dunia cuman sekali!!!” lalu Sang Tua pun pergi meninggalkannya...

Sejak saat itu, Ahidi memikirkan CINTA, Ahidi selalu mencoba merasakan CINTA, dan Ahidi tak pernah berhenti mencari CINTA...

Saat ini... ketika SANG KHALIQ Hadir Menyaksikan, Menatap hati dalam-dalam, Mendengar lintasan pikiran dan perasaan dengan sangat halus, Mengetahui seluruh bersitan niat dan rencana, bahkan Menggenggam seluruh pergerakan alam, seraya seluruh makhluq pun melihat... Ahidi mencari CINTA di medan kampus intelek...

To be continued...